Yulisman Anggota Komisi XII DPR RI ; Dukung Percepatan PLTSa sebagai Solusi Kritis Sampah dan Transisi Energi
LKI Golkar – Arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat proses perizinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) hingga Desember 2025 dinilai sebagai langkah strategis dalam memperkuat bauran energi bersih sekaligus mengatasi krisis pengelolaan sampah di perkotaan.
Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Yulisman, menyebut kebijakan ini selaras dengan target bauran energi terbarukan 23% pada 2025 dan komitmen pemerintah mencapai Net Zero Emission pada 2060.
“PLTSa bukan sekadar proyek energi, tetapi solusi terpadu yang menggabungkan penanganan sampah, energi bersih, dan ekonomi sirkular,” ujar Yulisman, Rabu (6/8).
Krisis Sampah dan Potensi Energi Bersih
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan, timbulan sampah nasional mencapai 56,6 juta ton pada 2023, dengan mayoritas berupa sampah organik (41,3%) dan plastik (±20%). Lebih dari 60% sampah tersebut belum dikelola sesuai standar, sehingga berpotensi menimbulkan dampak lingkungan serius.
“Tanpa terobosan, daya dukung kota akan semakin tertekan. PLTSa mampu mengubah masalah sampah menjadi sumber energi bersih,” jelas legislator dari Dapil Riau II itu.
Teknologi waste-to-energy (WTE) memungkinkan konversi 1.000 ton sampah per hari menjadi 10–20 MW listrik. Pemerintah menargetkan pembangunan 30 PLTSa hingga 2029 dengan kapasitas total sekitar 450 MW, yang berpotensi mengurangi timbulan sampah hingga 18 juta ton dalam lima tahun.
Dampak Ekonomi dan Investasi
Setiap unit PLTSa berkapasitas ±15 MW memerlukan investasi sekitar US$80–100 juta atau Rp1,3–1,6 triliun. Total investasi 30 unit diperkirakan mencapai Rp45–48 triliun. Proyek ini diproyeksikan menciptakan 50 ribu lapangan kerja dan mengurangi emisi karbon hingga 2 juta ton CO₂e per tahun.
“Pemerintah perlu memastikan harga jual listrik yang kompetitif serta insentif fiskal agar proyek ini menarik bagi investor,” tambah Yulisman.
Regulasi, Pembiayaan, dan Insentif Hijau
Untuk mendukung percepatan proyek, DPR menekankan penyederhanaan izin melalui sistem Online Single Submission (OSS) dengan batas waktu maksimal 60 hari. Dari sisi pembiayaan, skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), peran Danantara sebagai pengelola dana strategis, serta penerbitan green bond diusulkan sebagai sumber pendanaan.
Selain itu, Yulisman mendorong pemberdayaan UMKM pengelola sampah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) Hijau agar dapat terintegrasi ke rantai pasok energi bersih.
Manfaat Fiskal dan Lingkungan
PLTSa dinilai sebagai kebijakan fiskal yang efisien karena mampu menekan biaya pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sekaligus mengurangi ketergantungan pada listrik berbasis fosil.
“Komisi XII akan mengawal implementasi arahan Presiden ini. PLTSa harus menjadi benchmark proyek transisi energi Indonesia—teknologinya modern, pembiayaannya kreatif, dan dampaknya terukur,” tegas Yulisman.
