Wihaji Sebut Penuntasan Kemiskinan dan Stunting Harus Diakselerasi
LKI Golkar – Wihaji menekankan bahwa isu kemiskinan dan stunting adalah dua sisi dari mata uang yang sama, yang tidak dapat diselesaikan secara parsial. Penuntasan kedua masalah ini harus melibatkan banyak pihak dan tidak bisa diselesaikan sendirian.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk menuntaskan masalah kemiskinan dan stunting di Indonesia melalui pendekatan kolaboratif.
Hal tersebut ia sampaikan secara daring pada kegiatan Dialog Kebangsaan Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan Penurunan Risiko Stunting dan Kick-Off Road Map Konsorsium Tahun 2025-2025 dengan Tema: Mencintai Negeri dengan Peduli Berbagi, di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT, pada Senin, 27 Oktober 2025.
Wihaji menekankan bahwa isu kemiskinan dan stunting adalah dua sisi dari mata uang yang sama, yang tidak dapat diselesaikan secara parsial. Penuntasan kedua masalah ini harus melibatkan banyak pihak dan tidak bisa diselesaikan sendirian.
“Kolaborasi ini tidak harus selesai di sini, di atas meja. Problem kemiskinan dan problem stunting tidak hanya didiskusikan, tapi harus dikerjakan, ditindaklanjuti, tidak hanya diobrolkan. Ini yang lebih penting adalah setelah ini mau diapakan,” ujarnya.
Senada dengan Menteri Wihaji, Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor untuk menuntaskan dua persoalan besar di NTT. Ia menyebutkan, Presiden Prabowo telah menugaskan agar penanganan stunting difokuskan di dua provinsi contoh, yakni NTT dan Jawa Barat. “Ini menunjukkan betapa pentingnya komitmen kita di daerah untuk menjawab tantangan tersebut,” ujarnya.
Melki menegaskan, Pemprov NTT telah menyiapkan langkah nyata untuk mengatasi masalah tersebut melalui Program Genting yakni Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting. Program Genting akan melibatkan seluruh kepala daerah di 22 kabupaten/kota di NTT.
Penanganan stunting sangat penting untuk melibatkan para tokoh adat dan tokoh agama sebab mereka memiliki pengaruh besar dan lebih didengar masyarakat, khususnya dalam urusan keluarga yang menjadi inti masalah stunting.
Berbeda dengan urusan pembangunan yang menjadi ranah pemerintah, masalah keluarga memerlukan pendekatan dari tokoh-tokoh yang dihormati seperti pendeta, pastor, kiai, dan tokoh lainnya, di mana langkah ini telah diupayakan melalui komunikasi langsung dengan mereka.
Ketua Sinode GMIT di NTT Periode 2024-2027, Pendeta Samuel Benyamin Pandie pada kesempatan tersebut membagikan pengalamannya dalam menurunkan stunting di Kota Kupang. Ia menjelaskan pihaknya pernah mendapatkan penghargaan dari Kota Kupang didampingi UNICEF, karena membikin program 10 gereja di daerah pesisir pantai, mendampingi anak-anak selama enam bulan.
“Dalam waktu enam bulan kami berhasil menurunkan angka stunting di Kota Kupang. Apa rahasianya? Makan dengan anak-anak ternyata kegembiraan paling utama. Jadi, kekuatan komunitas gereja lah yang membangkitkan anak-anak untuk makan bersama,” katanya.
Percepatan penanggulangan kemiskinan dan stunting memerlukan kekuatan kolektif dan pendekatan kultural, tidak hanya kebijakan. Sinergi antara pemerintah dan tokoh adat/agama penting agar program Genting dan konsorsium ini segera menciptakan generasi Indonesia yang sehat, bebas stunting, dan kemiskinan.
